Istilah sirri dalam tradisi
pernikahan kita adalah pernikahan yang dilakukan tertutup, tidak dicatatkan,
namun tetap mengacu pada persyaratan dan rukun pernikahan yang ada. Sebab,
pengertian sirri sendiri adalah menyembunyikan atau merahasiakan. Menurut imam
Abu Nashr Ismail bin Hammad Al-Jauhar (wafat tahun 393 Hijriyah) dalam As-Shihah, sirri bermakna alladzi yuktamu yang artinya sesuatu yang
disembunyikan atau disamarkan.
Perkawinan sirri di masyarakat kita adalah pernikahan
yang memenuhi syarat rukunnya namun tidak dicatat pejabat pencatatan nikah yang
sah, seperti Kantor Urusan Agama (KUA).
Perkawinan sirri tentu saja bertentangan dengan maksud
dan tujuan pernikahan itu sendiri yang bertujuan melindungi pasangan tersebut. Rasulullah
sendiri mengharuskan pernikahan untuk diumumkan dan bahkan diperbolehkan
menggunakan tetabuhan (dufuf), Mengapa ? pernikahan yang disembunyikan akan
menimbulkan fitnah. Harus ada pengumuman bahwa seorang laki-laki telah menikahi
seorang perempuan sehingga semua orang tahu dan tidak menimbulkan fitnah atau
tuduhan-tuduhan zina dikemudian hari.
Perkawinan sirri di masyarakat kita adalah pernikahan
yang memenuhi syarat rukunnya namun tidak dicatat pejabat pencatatan nikah yang
sah, seperti Kantor Urusan Agama (KUA). Pernikahan kadangkala hanya dihadiri
kerabat saja dengan sedikit tetangga. Kadangkala mengundang seorang ulama untuk
lebih memberi nuansa absah dalam perkawinan itu.
Lantas mengapa terjadi pernikahan sirri atau kerap juga
kita sebut dengan pernikahan dibawah tangan itu ?. Harus kita akui dalam
tradisi kita ada beberapa hal penyebab :
Pertama;
pernikahan itu sengaja disembunyikan karena untuk mencari sisi halal (istihlal)
saja. Misalnya, pasangan yang masih kuliah di kota yang sama yang ditakutkan
akan terjadi masalah jika tidak dinikahkan lebih awal. mencari halal yang dilakukan
seseorang yang memerlukan muhrim untuk haji atau umroh yang perlu diikat dengan
pernikahan sirri semacam ini.
Kedua, karena
darurat. Pasangan tersebut mengharuskan kawin karena tidak ingin jatuh ke
maksiat yang lebih jauh, sementara untuk menikah secara resmi tidak mungkin
dilakukan karena persyaratan administrasi tidak lengkap dan lain sebagainya.
Alasan pertama dan kedua ini biasanya nanti akan
dilanjutkan pada proses pencatatan ke Kantor Urusan Agama (KUA) karena
pernikahan yang dilakukan secara sirri tersebut hanya untuk membuka keran halal
dalam berhubungan.
Ketiga,
pasangan tersebut sengaja menikah dengan cara itu karena memiliki maksud
tersembunyi. Misalnya, tujuan poligami yang tidak sesuai dengan aturan
pemerintah yang mengharuskan izin pengadilan dan istri sahnya. Sehingga ia
perlu menikah dengan cara sirri agar tidak ketahuan belangnya.
Keempat,
terkait dengan pemahaman hukum masyarakat, yang belum tersentuh dengan
aturan-aturan perkawinan. Seperti sebagian masyarakat Arab Saudi yang hingga
kini masih lebih suka menikahkan anaknya dengan tidak dicatatkan yang disebut
dengan istilah nikah Urfi (nikah berdasarkan adat istiadat). Sementara
pernikahan yang dicatatkan di kantor Kementerian Dalam Negeri atau petugas
pemerintah daerah setempat disebut dengan nikah ma’dzun ( yang
diizinkan dan tercatat).
Kelima,
karena mungkin terkait dengan pemahaman dan keyakinan yang dianut sementara
kalangan yang tetapp tak menganggap perlu pencatatan yang dilakukan negara. Mereka
lebih suka menikah dengan cara tradisi mereka sendiri ( tanpa dicatatkan)
meskipun dirayakan dengan meriah.
Tentu pernikahan semacam ini memiliki cacat karena
bertentangan dengan hukum negara yang berlaku. Hukum itu sendiri dibangun atas
asas yang melindungi warga negara, terutama kalangan wanita.
Jika nikah sirri dilakukan dan kemudian berakibat pada perceraian
maka dampaknya akan banyak merugikan wanita. Beberapa kerugian wanita karena
dampak nikah sirri antara lain :
Pertama ; jika kelak kemudian memiliki
anak, maka si anak tak akan bisa mendapatkan akte kelahiran. Padahal akte
kelahiran ini menjadi jembatan untuk bisa masuk sekolah dan mendapatkan hak-hak
sipil lainnya. Anak akan menjadi menderita karena tak jelas statusnya dimata
hukum.
Kedua ; jika terjadi perceraian,
maka wanita tak bisa melakukan gugatan atas harta yang bisa dimiliki bersama
karena pengadilan kita akan melihat dari sisi materiel. Si wanita tidak bisa
menuntut apapun kepada suami yang tak tercatat pernikahannya.
Ketiga : wanita akan mengalami
kesulitan jika kemudian “digantung” oleh suaminya tanpa perceraian. Sebab si
wanita merasa tidak bisa menikah karena masih terkait dengan pernikahan secara
agama. Sementara si laki-laki bisa leluasa menikah lagi.
Keempat ; secara sosiologis dan
psikologis pernikahan sirri lebih banyak mendera wanita karena pergaulan
dikalangan wanita mereka akan dicibir dengan berbagai sindiran karena tak
memiliki surat menikah yang sah.
Karena
itu pernikahan yang dilakukan hanya secara agama dan mengabaikan hukum negara,
menurut ulama besar Arab Saudi, Syaikh Abdul Aziz Al-Ubaykan, hukumnya sah
namun haram karena dianggap maksiat menentang aturan pemerintah. Mematuhi aturan
pemerintah adalah wajib. Hal yang sama diutarakan mantan ketua fatwa Majelis
Ulama Indonesia (MUI) Pusat almarhum Prof. KH.Ibrahim Hosen, LML. ( Tulisan Musthafa Helmy dalam Perkawinan dan
Keluarga No.440/2009)