Banyak pasangan suami istri yang mengeluh
karena jenuh terhadap perkawinan yang mereka alami. Ini banyak terjadi manakala
usia perkawinan sudah berlangsung cukup lama. Jika hal ini terjadi pada
perkawinan anda, bagaimana anda mengatasinya ?
Advertisement
Hubungan
suami istri yang dirasakan sedemikian indah pada masa-masa awal pernikahan,
pada suatu saat berubah dalam bentuk penyesalan dan kekecewaan. Apa yang mereka
bayangkan semula, ternyata tak seindah ketika perkawinan telah ditempuh,
keberadaan dalam rumah tangga merupakan rutinitas yang sangat membosankan.
Rasanya tak ada yang istimewa lagi.
Seandainya
saja rumah tangga kita ibaratkan dengan tanaman, apa yang disebut diatas.
Barangkali akibat tanaman yang tidak dipelihara setiap hari dengan baik. Ada
semacam keteledoran dari pemiliknya. Padahal, tanaman akan tumbuh subur dan
indah serta memikat jika benar-benar diurus dengan tepat dan keahlian khusus.
Artinya membutuhkan kreativitas si pemiliknya. Seorang pecinta tanaman, akan
selalu berupaya menciptakan safaktor-faktor penyegar bagi keindahan tanamannya.
Untuk
mencapai faktor penyegar tersebut, haruslah memiliki kemauan keras. Banyak
orang yang sudah menyadari dan mengetahui kalau faktor-faktor penyegar tersebut
sangat diperlukan. Namun, banyak yang secara sadar berhasil untuk
melaksanakannya. Beberapa penyegar yang kiranya dapat diciptakan suami istri
dalam suasana romantis yang harus selalu dipelihara dan dihangatkan. Suasana
itu bisa terwujud dengan perbuatan-perbuatan sepele yang jarang dilakukan oleh
pasangan suami-istri yang telah lama berumah tangga.
1. Saling
Suap
Saling suap ketika makan, suami istri harus selalu berupaya untuk dapat
makan bersama. Saling suap ketika makan ini bukan hanya dilakukan pengantin
baru atau mereka yang sedang pacaran saja. Setelah menikah pun masih
diperlukan. Siapapun tentu tidak bisa menyangkal, makan sepiring berdua itu
memang romantis. Barangkali karena itulah sampai diwujudkan ke dalam sebuah
lagu. Namun, anehnya makah sepiring berdua ini sudah jarang dilakukan suami
istri yang perkawinannya sudah berlangsung lama.
2. Gandengan
Tangan
Bergandengan
tangan sebanyak mungkin, misalnya ketika sedang berjalan-jalan, menyeberang,
ketika sedang pacaran dulu ada keinginan untuk memegang tangan atau saling
memeluk pinggang. Namun, hal itu tidak lagi dilakukan setelah menjadi pasangan
suami-istri. Bukankah bergandengan tangan adalah suatu kebanggaan.
Kemesraan
semacam itu untuk diteruskan oleh pasangan suami istri. Setelah menjadi suami
istri, kita juga bangga bergandengan tangan dengan orang yang kita cintai. Karena
merupakan ekspresi keberhasilan kita menggaetnya. Dalam pertemuan atau pesta,
tak banyak pasangan suami istri yang saling bergandengan tangan. Malah, mereka
berjalan seorang diri alias berpisah, walaupun memang berdampingan, padahal
siapapun tak mencemoohkan bila melihat suami istri tersebut bergandengan mesra.
Sebab, kesan-kesan indah yang menyegarkan bisa tercipta lewat hal-hal semacam
itu.
3. Mandi Bersama
Dalam kehidupan suami istri menurut
budaya kita, mandi bersama antara suami istri memang jarang dilakukan. Padahal
kita senang menonton adegan tersebut dilayar perak, karena menunjukkan
kemesraan dan keberadaan suami istri tersebut begitu dalam maknanya. Mandi
bersama, bisa saja dilakukan dengan saling menyiram, menyabun, mengeramasi dan
saling memakaikan pakaian. Ini juga faktor penyegar untuk mengatasi kejenuhan.
4.
Saling memuji
Kalau kita mau jujur, saling memuji,
saling mengemukakan kekaguman memang banyak dilakukan orang dikala pacaran.
Namun, kenapa setelah hidup sebagai suami istri hal itu tidak dilakukan lagi. Malah seringkali terjadi suami istri
saling mencari kekurangan, kelemahan dan kesalahan pasangannya. Padahal, saling
memuji dan mengagumi adalah bukti bahwa perkawinan yang harmonis tercapai
karena suami istri saling membutuhkan.
5.
Waktu Damai
Waktu damai adalah waktu dimana suami
istri tak boleh bertengkar. Kendati dalam hidup berumah tangga tak luput dari
percekcokan atau konflik. Jika sudah datang apa yang disebut waktu damai,maka
suami istri harus rujuk kembali. Makin banyak diciptakan waktu damai, makin
banyak manfaatnya. Misalnya saja setiap hari pasangan suami istri menciptakan
waktu damai barangkali tidak akan pernah ditemukan kejenuhan. (Perkawinan dan
Keluarga No. 426/2008).