- SELAMAT BERQURBAN SEMOGA MENINGKATKAN KESHALIHAH SOSIAL - SELAMAT MENEMPUH HIDUP BARU BAGI PASANGAN YANG BARU MENIKAH- IKUTI KURSUS PRANIKAH BAGI PASANGAN CALON YANG AKAN MENIKAH SETIAP HARI RABU - CEK BUKU NIKAH ANDA DI http://simkah.kemenag.go.id/infonikah atau klik SIMKAH ONLINE - NIKAH DI KANTOR BEBAS BEA- NIKAH DI LUAR KUA RP.600.000 DISETOR KE BANK - TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA

PENYELESAIAN TUNGGAKAN PNBP-NR TAHUN 2014

Gunungjati (12/06/2015), Sudah ada titik terang terkait dengan sisa PNBP tahun 2014 yang belum dicairkan dengan keluarnya surat Dirjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan No. S.4863/PB/2015 tanggal 09 Juni 2015 tentang Penjelasan terkait penyelesaian tunggakan PNBP biaya Nikah Rujuk diluar KUA tahun 2014. Selengkapnya silahkan unduh disini. 

PP NO.30 TAHUN 2015 KENAIKAN GAJI PNS

Gunungjati; 09/06/2015; Yang ditunggu setiap tahun oleh para Aparatur Sipil Negara akhirnya ditandatangani juga oleh Presiden tanggal 4 Juni 2015 berlaku surut mulai 01 Januari 2015. Selengkapnya tentang Peraturan Pemerintah No.30 Tahun 2015 bisa diunduh disini. 

DAFTAR CALON JEMAAH HAJI KEC. GUNUNGJATI 2015

Daftar Nama Calon Jamaah Haji Kecamatan Gunungjati yang berhak melunasi BPIH Tahun 2015 pada Tahap 1 tanggal 01-30 Juni 2015. Sumber data dari Seksi Penyelenggara Haji dan Umroh Kabupaten Cirebon. Selengkapnya bisa kunjungi link berikut 


NO PORSI NAMA
1 1000000453 MUZDHALIFAH  BINTI  ABDUL HADI,H
2 1000118018 NENG SUHARTI  BINTI  ZAINUDIN
3 1000265504 MAHDI RISDIYANTO  BIN  KAMAL JAELANI
4 1000286480 SUJONO  BIN  KINIL
5 1000334012 AGUS SRI HARTO  BIN  H. TOIP
6 1000341985 AHMAD JAJULI  BIN  ARMA
7 1000341988 JULAEHA  BINTI  H.RATISA
8 1000342902 ABU NASOR  BIN  MUKMIN
9 1000342907 ROKIMI  BINTI  SAYIDI
10 1000344791 ABDUL AZIZ NUR  BIN  ACHMADI
11 1000344842 HINDUN  BINTI  H. SATARI
12 1000344849 LATIFAH  BINTI  H. AHMAD DIMYATI
13 1000344871 M YUSUF  BIN  H. SAFARI
14 1000345202 KHODIJAH  BINTI  H.ABDULLAH
15 1000345796 IZWARMANTO SBC  BIN  SUKULUDIN
16 1000345800 MARNI  BINTI  ABDUL HALIM
17 1000348658 NANIK HIDAYATUN M  BINTI  H.MUSTOFA
18 1000348664 AEMAH  BINTI  ISMAD
19 1000348668 IMAM TAUFIQUL MAJID  BIN  H.MUIN
20 1000349343 SAMIJO  BIN  WIRYA SECA
21 1000349352 EUIS SUSILAWATI  BINTI  OEDI
22 1000349648 KHODIJAH  BINTI  SAID
23 1000349757 A.SANUSI  BIN  AKRIM
24 1000349872 ISKANDAR  BIN  KASRI
25 1000349899 NANI SUMARNI  BINTI  ABDUL HALIM
26 1000349905 SUBAGJA  BIN  SURATMAN
27 1000350265 URIP SUGANDA  BIN  RIDWAN
28 1000350267 ELYUNAH  BINTI  DIMYATI
29 1000350484 MUNIRAH  BINTI  SONOL
30 1000350487 GOLASANA  BIN  SURYA
31 1000351587 DASIKIN  BIN  KOSIM
32 1000351589 SUMIANAH  BINTI  H. RASTID
33 1000352660 CACAN CANDRADINATA  BIN  H KANDA
34 1000352668 CHICHIN SISWATY  BINTI  DARTAM
35 1000354050 ALI AKHYAR  BIN  AKHYAR
36 1000354052 ROHANA  BINTI  H.ASARI
37 1000354959 MENI  BINTI  TANDAN
38 1000354960 KEMPI  BINTI  SUJAK
39 1000355507 R. INSAN PURNAMA MPD  BIN  R. ISKANDAR
40 1000355509 RAHAYU ASTUTI  BINTI  ANSORI
41 1000358604 NY. TATY SUNARTI  BINTI  H. TOIP
42 1000358744 HENI JUHAENI  BINTI  H.ALWAFA
43 1000358760 NONO HARYONO BA  BIN  H.SUMARNO
44 1000358826 SANADI  BIN  SAYIDI
45 1000359098 BAMBANG WIJANARTO, SH  BIN  SUDJARWO
46 1000359116 LELIANAH  BINTI  H. PAMUK
47 1000359118 TRI PRATINI  BINTI  H. PAMUK
48 1000359119 LENI ANGGRAENI  BINTI  H. PAMUK
49 1000360233 GIYANTO  BIN  ASMOREJO
50 1000360234 TUAH  BINTI  H.KARTAMAN
51 1000360581 YOPI FERDIAN SAPUTRA  BIN  FAUZAN HELMI
52 1000360582 FADLI ARI KURNIAWAN  BIN  FAUZAN HELMI
53 1000360585 FAUZAN HELMI  BIN  M.YUSUF
54 1000360588 LESMANIA  BINTI  NAWAWI AHMAD
55 1000360789 ELIS SURYANI  BINTI  MADHAB SUHERMAN
56 1000361016 YANA  BIN  WARBA
57 1000361019 SAERI  BINTI  KAMISA



ANALISA BIAYA NIKAH BERDIMENSI RUANG DAN WAKTU


ANALISA BIAYA NIKAH BERDIMENSI RUANG DAN WAKTU
Oleh : Ali Wahyuddin, S.Ag

 terkadang rasa kecewa yang mendalam disebabkan oleh harapan diri yang terlalu tinggi terhadap sesuatu” Kalimat bijak ini serasa tepat untuk menggambarkan perasaan para penghulu KUA seluruh Indonesia terhadap peraturan baru biaya nikah yang baru berjalan sebelas bulan ini. Pro dan kontra atas program kebijakan pemerintah menjadi hal lumrah akan tetapi bila mendatangkan lebih banyak masalah daripada menyelesaikan masalah bukanlah sebuah peraturan yang memihak kepada masyarakat. Awal tulisan ini dimulai dari analisa kebijakan menerapkan biaya gratis yang menjadi jargon pemerintah agar dipandang pro rakyat dengan kurang mempertimbangkan aspek lain dari akibat kebijakan tersebut terkait dengan pelayanan publik hingga analisis terhadap mekanisme PNBP yang perlu diakselerasikan kembali karena yang selama ini dilakukan banyak mengalami sumbatan.   
Tarif Pelayanan Publik.
Apakah pelayanan nikah tergolong kepada Pelayanan publik, sudah tentu karena melihat definisi pelayanan publik merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Terkait dengan biaya pelayanan publik sebagaimana amanat UU No. 25 Tahun 2009 dalam pasal 31 dijelaskan ada dua model tarif/biaya pelayanan publik. Pertama: biaya/tarif pelayanan publik yang merupakan tanggungjawab negara dengan seluruh biaya dibebankan kepada negara dengan syarat apabila diwajibkan dalam peraturan perundangan-undangan. Kedua : biaya/tarif pelayanan publik selain yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan dibebankan kepada penerima pelayanan publik. Dalam penjelasan terkait dengan pasal 31 ayat (2) disebutkan bahwa pelayanan publik yang diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan yang biaya pelayanannya dibebankan kepada negara antara lain Kartu Tanda Penduduk dan Akta Kelahiran.
Bila pelayanan tersebut menjadi kewajiban negara maka biaya sepenuhnya ditanggung negara alias gratis, sedangkan bila bukan tanggungjawab negara maka bertarif tertentu dengan asumsi bahwa negara belum sanggup untuk memenuhi semua biaya pelayanan tersebut. Jadi sudah jelas bahwa pelayanan nikah bukan termasuk pada pelayanan yang diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan sehingga biaya pelayanan dibebankan kepada masyarakat pengguna layanan atau tidak gratis. Kesimpulan ini menjadi ambivalen ketika PP biaya nikah menetapkan 2 tarif berbeda dengan membedakan tempat dilangsungkannya pelayan publik, bila dikantor gratis dan bila diluar kantor berbayar. Sebuah logika yang tidak memberikan kepastian hukum, kesamaan hak, persamaan perlakuan yang merupakan asas dari pelayanan publik itu sendiri.
Administrasi Kependudukan
Penunjukan KUA Kecamatan sebagai instansi pelaksana yang melaksanakan urusan administrasi kependudukan yang mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa penting tertuang dalam pasal 8 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Disebutkan bahwa untuk pencatatan nikah, talak, cerai dan rujuk bagi penduduk yang beragama Islam pada tingkat kecamatan dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA Kecamatan.
Yang menjadi sorotan utama terkait dengan pembahasan ini adalah munculnya pasal 79A yang masuk dalam UU No,24 tahun 2013 yang merupakan perubahan dari UU adminduk yang menyatakan bahwa “ pengurusan dan penerbitan dokumen kependudukan tidak dipungut biaya”, namun dijelaskan pula dalam pasal 87A bahwa pendanaan penyelenggaraan program dan kegiatan administrasi kependudukan yang meliputi kegiatan fisik dan non fisik, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota dianggarkan dalam APBN.
Dikaitkan dengan apa yang diuraikan diatas dalam UU pelayanan publik, apakah seluruh rangkaian pencatatan administrasi kependudukan ini seluruhnya diluar KTP dan Akte Kelahiran sudah menjadi pelayanan publik yang menjadi kewajiban negara sehingga harus dibiayai negara dan digratiskan kepada masyarakat ? ...
Bila itu yang terjadi, maka apakah dalam pencatatan nikah yang hingga saat ini masih terjadi dikotomi antara non Agama Islam yang dicatat di Kantor Catatan Sipil yang sepenuhnya tunduk pada UU adminduk ini, dan pencatatan nikah bagi warga beragama Islam yang dilaksanakan  pada KUA Kec yang  tunduk pada Undang-undang No. 22 Tahun 1946 tentang pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk  juga harus digratiskan ?.........
UU Pencatatan Nikah
Kewajiban dan kewenangan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) pada Kantor Urusan Agama Kecamatan dalam pencatatan perkawinan diatur dalam UU no. 22 Tahun 1946. Dalam kaitannya dengan pembahasan dalam artikel ini terkait biaya nikah, dapat disimak dalam pasal 1 ayat (4) yang menyatakan bahwa : “seorang yang nikah, menjatuhkan talak atau merujuk, diwajibkan membayar biaya pencatatan yang banyaknya ditetapkan oleh Menteri Agama, dan mereka yang dapat menunjukkan surat keterangan tidak mampu dari Kepala Desanya (kelurahannya) tidak dipungut biaya. Surat keterangan ini diberikan dengan percuma. Biaya pencatatan nikah, talak dan rujuk dimasukkan di dalam Kas Negeri menurut aturan yang ditetapkan Menteri Agama”.
Sejak dahulu hingga sebelum terbitnya PP No. 48 Tahun 2014 regulasi biaya pencatatan nikah tetap menyebutkan angka besaran pencatatan nikah walaupun nominalnya berubah-ubah dari Rp.10.000 hingga mencapai Rp. 30.000,- sebagaimana amanat Undang-undang. Adapun yang digratiskan adalah bagi mereka yang bisa menunjukkan surat keterangan tidak mampu baru bisa bebas bea. Sangat mengherankan ketika amanat UU tersebut kemudian dibiaskan dengan sekat ruang dan waktu yang membedakan tarif pelayanan publik yang tentunya dalam undang-undang pelayanan publik sendiri tidak ada. Bila nikah di Kantor KUA pada jam dan hari kerja maka gratis, diluar jam kerja dan pada hari libur walau tempat di KUA tetap dikenakan tarif. Nikah diluar Kantor KUA pada jam kerja atau diluar jam kerja atau pada hari libur dikenakan tarif, sementara yang dapat menunjukkan surat keterangan tidak mampu dapat bebas bea.
Beragam aturan ini dengan sekat ruang dan waktu ini yang menimbulkan kesan tidak profesional, tidak memberikan kepastian serta tidak adanya persamaan perlakuan terhadap masyarakat sebagai pengguna layanan. Selama ini saya tidak pernah menemukan aturan yang dibatasi oleh ruang dan waktu ini dalam layanan publik di instansi lain sehingga wajar kalau kemudian ada yang menyimbulkan bahwa pemerintah yang menerbitkan PP no. 48 tahun 2014 yang kemudian disempurnakan menjadi PP No. 19 Tahun 2015 ini tidak membahasnya secara matang dan berpotensi melanggar aturan yang lebih tinggi.  
Alangkah baiknya polemik ini diakhiri dengan menentukan tarif yang pantas untuk layanan nikah di Kantor KUA lebih rendah dibandingkan dengan tarif pelayanan di luar kantor KUA dan tetap memberikan peluang gratis bagi yang tidak mampu dengan membawa Surat Keterangan tidak mampu baik dilaksanakan di KUA maupun diluar KUA. Setidaknya besaran tarif layanan di kantor KUA dihitung sekiranya cukup untuk membayar Jasa profesi bagi penghulu yang membimbing pelaksanaan akan nikah,  sementara ketika pelaksanaan diluar KUA penghulu selain mendapatkan jasa profesi juga mendapatkan biaya transportasi.
Skema PNBP-NR
Biaya nikah yang disetorkan ke Bandahara penerimaan yang selanjutnya disetorkan ke Kas Negara menggunakan mekanisme Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sehingga memungkinkan 80% dari setoran tersebut dapat digunakan kembali oleh instansi untuk membiayai kegiatan yang tertuang dalam DIPA.
Perlu diketahui bahwa ada 2 model PNBP. Pertama : PNBP yang setorannya terpusat, yaitu penyetoran, pencatatan, pembukuan dan pelaporannya dilaksanakan oleh kantor pusat kementarian/lembaga dan penggunaan dananya dialokasikan pada kantor-kantor daerah. Untuk model ini pencairan dana diatur secara khusus dengan surat edaran dirjen PBN tanpa melampirkan SSBP. Kedua : PNBP yang setorannya tidak terpusat, yaitu penyetoran, pencatatan, pembukuan dan pelaporan dilaksanakan oleh masing-masing kantor/instansi dan dapat langsung dipergunakan.
Model PNBP inilah yang perlu difahami oleh penghulu yang seringkali berteriak dan bertanya-tanya kenapa pencairannya selalu terlambat dan lama karena PNBP yang dilaksanakan saat ini adalah midel PNBP yang setorannya terpusat sehingga teknis pencairannya kembali harus menunggu terbitnya surat Edaran dirjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan. Tidak seperti PNBP sebelum PP ini yang menggunakan model PNBP tidak terpusat dan dikelola oleh masing-masing daerah dan dapat dipergunakan kapan saja selama pagu anggaran di DIPA  mencukupi.
Kenapa mekanisme PNBP terpusat yang diambil oleh Kementerian Agama dalam penyetoran dan penggunaan biaya nikah ini, dilatarbelakangi konsep subsidi silang antara daerah yang gemuk dan daerah yang kurus agar sama-sama merasakan manfaat dari keduanya. Yang dimaksudkan adalah antara daerah yang banyak peristiwa nikahnya dengan tipologi A,B dan C bisa membantu daerah yang bertipologi D1 dan D2. Setoran biaya nikah ditetapkan sama untuk semua tipe sedangkan pengambalian dananya dibagi variatif berdasarkan tipologi KUA. Semakin besar tipologinya mendapatkan pengembalian yang lebih besar.
Namun pada tataran pelaksanaanya ternyata banyak mengalami hambatan, terutama karena pagu penggunaan kembali ditetapkan berdasarkan lingkup kabupaten/kota dengan tetap memperhitungkan besaran setoran dari wilayah tersebut. Memungkinkan akan terjadinya pemerataan atas konsep yang digagas pencetus ide ini bila dalam satu kabupaten kota lebih banyak terdapat KUA yang bertipologi A,B dan C dibbandingkan dengan yang bertipologi D1 dan D2. Yang banyak terjadi adalah dalam satu kabupaten/kota terutama diluar jawa malah lebih banyak tipologi D1 dan D2 dibandingkan dengan tipologi lainnya. Untuk pulau jawa yang rata-rata bertipologi A,B,C saja konsep ini relatif aman dilaksanakan, akan tetapi karena pencairan harus menunggu terbitnya SE dirjan PB maka kendala yang terjadi adalah keterlambatan pencairan dan tidak dapat dicairkan setiap bulan.
Menurut hemat penulis, alangkah baiknya model PNBP ini dikembalikan saja kepada model PNBP tidak terpusat. Dengan model ini maka setoran dari catin dapat langsung ke kas negara dengan menggunakan SSBP atau dengan rekening penampung di Bendahara penerimaan Kabupaten/Kota kemudian disetorkan ke kas negara dengan SSBP, penggunaan kembali dananya bisa dilakukan lebih cepat  sehingga tidak merampas hak-hak para penghulu yang akan menerima dana tersebut setelah merampungkan pekerjaannya.
Adapun solusi untuk daerah dengan tipologi D1 dan D2 yang membutuhkan biaya lebih tinggi karena keadaan geografisnya, maka tidak ada jalan lain kecuali dengan menerapkan tarif biaya  lebih tinggi. Sangat sulit untuk menentukan satu tarif untuk semua wilayah di Indonesia kerena kondisi geografisnya dan nilai inflasi yang berbeda. Seharusnya biaya nikah ditetapkan berdasarkan tipologi KUA agar penggunaannya kembali mencukupi kebutuhan di daerah tersebut. Minimalnya terbagi dalam 2 kategori saja, tipologi A,B dan C  satu tarif dan tarif berbeda untuk tipologi D1, D2. Diharapkan dengan model biaya seperti ini dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat dan memberikan kesejahteraan bagi para penghulu yang melayani masyarakat pengguna layanan KUA. Semoga menjadi bahan pemikiran bagi pengambil kebijakan untuk bahan revisi Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2015 tentang PNBP yang berlaku pada Kementerian Agama.
(penulis adalah Penghulu pada KUA Kec. Gunungjati Kab Cirebon dan Wakil Sekretaris APRI Jawa Barat)   
Copyright © 2011-2099 KUA GUNUNGJATI - Dami Tripel Template Level 2 by Ardi Bloggerstranger. All rights reserved.
Valid HTML5 by Ardi Bloggerstranger