“Apabila Allah menghendaki
kebaikan pada suatu keluarga. Dia akan memperdalamkan pengetahuan agama kepada mereka. Menjadikan anak-anak
mereka menghormati orang tua mereka. Memberikan kemudahan pada kehidupan mereka.
Kesederhanaan dalam nafkah mereka dan memperlihatkan aib mereka, sehingga
mereka menyadarinya, lalu menghentikan perbuatannya. Namun, apabila menghendaki
sebaliknya, Dia meninggalkan dan menelantarkan mereka ( HR. Daaruquthni).
Sebagian kecil dari kisah kehidupan telah menunjukkan kepada
kita betapa tidak mudahnya mengayuh bahtera rumah tangga itu. Tidak cukup hanya
diawali dengan keinginan untuk menikah belaka. Karena, ternyata tidak sedikit
pasangan yang telah memasuki dunia rumah tangga menemui kenyataan bahwa
pengantin hari-harinya telah menjadi pergantian dari kesusahan yang satu ke
kesusahan berikutnya.
Bagaimanapun pernik-pernik problematika rumah tangga bisa
terjasi menimpa kita. Terutama, kalau ada sesuatu yang tidak sempat kita
persiapkan, baik sebelum memasuki gerbang pernikahan maupun setelah menjalani
kehidupan rumah tangga.
Faktor-faktor apa saja yang perlu kita persiapkan itu ?
mudah-mudahan beberapa “resep” ini kalau dicoba diterapkan, bisa membuat
perjalanan pernikahan yang kita titi menjadi indah dan menentramkan kalbu.
Bekal Ilmu
Faktor yang pertama adalah bahwa sebuah rumah tangga akan
menjadi kokoh, kuat dan mantap kalau suami istri sama sama mencintai ilmu. Rasulullah
SAW pernah bersabda, artinya : “barangsiapa yang menginginkan dunia
(mendapatkannya) harus memakai ilmu. Barangsiapa yang menginginkan akhirat
(mendapatkannya) harus memakai ilmu. Barangsiapa yang menginginkan dunia dan
akhirat (mendapatkannya) harus memakai ilmu”.
Artinya, bila ada yang bertanya, mengapa rumah tangga
yang dijalaninya terasa berat, banyak kesulitan, dan tidak menemukan kedamaian,
jawabannya adalah karena ilmu tentang berumah tangga yang dimilikinya tidak
sebanding dengan masalah yang dihadapinya.
Setiap hari masalah, kebutuhan, maupun peluang munculnya
konflik akan selalu bertambah. Semua ini merupakan kenyataan hidup yang tidak
akan bisa dipungkiri. Bila segala pernik kehidupan ini tidak diimbangi dengan
pertambahan ilmu untuk menyiasatinya, maka pastilah sebuah keluarga tidak akan
pernah mampu menghadapi hidup ini dengan baik. Jangan heran kalau rumah tangga
yang seperti ini bagaikan perahu yang kelebihan muatan. Dia akan tampak oleng,
miring ke kiri dan ke kanan tak mau melaju dengan semestinya bahkan bisa karam.
Adapun ciri khas yang tampak adalah para penghuni rumah
tangga itu selalu sangat mengandalkan emosi di
dalam mengatasi setiap masalah yang muncul. Betapa tidak ! karena mereka tidak
pernah tahu bagaimana car menghadapi masalah yang selalu muncul seiring
bertambahnya jumlah anggota keluarga.
“ Dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah (QS. Shaad
(38):26).
Gemar beramal
Ternyata setiap ilmu itu tidak membawa manfaat, kecuali
bila sudah mewujud dalam bentuk amal. Rumus kehidupan ini sebenarnya sederhana saja,
yakni : seseorang tidak akan mendapatkan sesuatu dari
apa yang diinginkan, tetapi dari apa yang bisa ia lakukan. Karenanya,
syarat yang kedua bagi tercapainya rumah tangga yang ideal setelah menguasai
ilmu adalah gemar mengamalkannya.
Hidup
ini bagaikan gaung di pegunungan. Apa yang kembali kepada kita tergantung dari
apa yang kita bunyikan. Sekiranya menginginkan suatu kebaikan menghampiri kita,
maka ia tidak bisa datang hanya dengan cara meminta orang lain berbuat baik. Akan
tetapi terlebih dulu harus melakukan kebaikan kepada orang lain.
Suami yang sibuk menyayangi dan membahagiakan istrinya
lahir batin, niscaya akan mendapatkan balasan yang amat mengesankan dari sang
istri. Demikian pun kalau istri ingin disayangi dan dibahagiakan suami. Jawabannya
hanya satu barangsiapa bisa memuliakan suaminya dengan ikhlas, Allah pun akan
melembutkan hati sang suami untuk menyayanginya dengan penuh keikhlasan pula. “Dan
masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang
dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan (QS.
Al-An’am (6):132)
Ikhlas
Ternyata sehebat apapun amal-amal kita tidak akan
bermanfaat dihadapan Allah kecuali amal-amal yang dilakukan dengan ikhlas. Orang
yang ikhlas adalah orang yang berbuat sesuatu tanpa berharap mendapatkan
apapun, kecuali ingin disukai oleh Allah. Inilah bekal utama ketiga dalam
berumah tangga. Dalam mengarungi kehidupan ini akan banyak didapati aneka
masalah.
Kita pasti akan menemukan berbagai kesulitan, kesempitan
dan kesengsaraan lahir batin, kecuali kalau mendapat pertolongan-Nya. Allah
tahu persis kebutuhan kita, lebih tahu daripada kita sendiri. Dia tahu persis
masalah yang akan menimpa kita, lebih tahu daripada kita sendiri. Karenanya Allah
menjanjikan “Waman yattaqillah yaj’allahu makhrajan” (QS. Ath-Thalaaq
(65):2)
Rumah tangga yang terus menerus meningkatkan ketaatannya
kepada Allah akan senantiasa dikaruniai oleh-Nya jalan keluar atas segala
urusan dan masalah yang dihadapinya. Anak-anak membutuhkan biaya, Allah akan
mencukupi mereka karena Dia Dzat yang Maha Kaya.
Masalahnya, adakah keluarga kita layak mendapat jaminan-Nya
ataukah tidak ?. Kuncinya adalah bahwa rumah tangga yang selalu dekat kepada
Allah dan sangat menjaga keikhlasan dalam beramal, itulah rumah tangga yang
layak memperoleh jaminan pertolongan-Nya.
Bersih Hati
Setiap saat ujian dan aneka masalah bukan tidak mungkin
akan datang mendera rumah tangga dengan tiba-tiba. Bagaimana seorang suami atau
seorang istri menyikapinya, ternyata tergantung dari satu hal, yakni kalbu. Terserah
kita, apa yang akan kita lakukan dengan masalah itu ? mau dibuat rumit, maka
rumitlah. Nanti kita sendiri yang akan melihat dan merasakan buahnya. Namun mau
dibuat sederhana juga, silahkan sederhanakan, nanti kita pun akan melihat dan
merasakan buahnya.
Setiap masalah dalam rumah tangga bisa menjadi rumit dan
bisa juga menjadi sederhana, tentu bergantung bagaimana kondisi hati kita yang
kita miliki, yang akhirnya membuat kita harus memutuskan langkah bagaimana
menyikapinya. Padahal bagi kita kuncinya hanya satu : sesungguhnya
tak ada masalah dengan masalah karena yang terjadi masalah adalah cara kita
yang salah dalam menyikapi masalah. Oleh sebab itu, hati yang bersih
adalah bekal utama keempat yang harus dimiliki oleh para pelaku rumah tangga,
setelah memiliki bekal ilmu, amal dan keikhlasan. Bersih hati tidak bisa tidak
akan menjadi senjata pamungkas dalam menyiasati serumit dan sesulit apapun
masalah yang muncul dalam sebuah keluarga. Adapun buahnya hampir dapat
dipastikan adalah rumah tangga yang tenang tenteram, penuh cinta kasih dan
selalu saling mengingatkan dalam hal mendekatkan diri kepada Allah.
Sedangkan rumah tangga yang didalamnya banyak disebut
nama Allah, banyak dikumandangkan ayat-ayat-Nya dan mampu menyempurnakan
ikhtiar dalam mencari jaloan keluar atas setiap masalah, niscaya akan menjadi keluarga yang sangat dekat dengan
pertolongan-Nya san akan menjadi suri tauladan bagi yang lain.
Subhanallah, ujian dan masalah rumah tangga memang akan
datang setiap saat, suka atau tidak suka. Namun bagi suami dan istri yang
berhati bersih semua itu akan disikapi sebagai nikmat dari Allah. Karena bagaimanapun
dibalik setiap ujian dan masalah itu pasti terkandung hikmah yang luar biasa
mengesankan, yang akan semakin meningkatkan kedewasaan dan kearifan, sekiranya
mampu menyikapi segalanya dengan tepat, yang hal ini justru lahir dari hati
yang bening dan bersih dari segala noktah-noktah kekotoran hawa nafsu.
Ujian dan persoalan hidup yang menimpa justru benar-benar
akan membuat kita semakin merasakan indahnya hidup ini karena yakin bahwa semua
itu merupakan perangkat kasih sayang Allah, yang membuat sebuah rumah tangga
semakin bermutu. Tidak usah heran sehebat apapun kesulitan hidup yang menimpa,
sungguh bagaikan air di relung lautan yang dalam. Tidak akan pernah terguncang
meski ombak dan badai saling menerjang. Pun laksana karang yang tegak tegar,
yang tak akan pernah bergeser saat dihantam gelombang sedahsyat apapun. Sekali-kali
tidak akan terbersit rasa putus asa ataupun keluh kesah berkepanjangan.
Memang betapa luar
biasa para penghuni rumah tangga yang memiliki hati yang bersih. Nikmat datang
tak akan pernah membuatnya lalai dari bersyukur. Andai pun musibah yang
menerjang, ia akan mampu mengendalikan kayuh bahtera dengan tenang. (Perkawinan
dan Keluarga No. 452/2010 hal 9-12)