Gunungjati, Cirebon
23/02/2012, Beberapa hari ini pasca pembacaan putusan sidang Mahkamah
Konstitusi tentang anak diluar nikah yang dapat dinasabkan kepada bapaknya
menuai banyak pendapat pro maupun kontra. Sebagai institusi yang bergelut
dibidang pencatatan perkawinan banyak pendapat kawan-kawan yang bernada negatif
menilai putusan MK ini. Tentunya menjadi hal yang wajar karena yang digugat
adalah UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan terutama pasal 2 ayat (2) yang
mensyaratkan pernikahan harus dicatat, namun untungnya tidak dikabulkan oleh
MK, adapun pasal 43 ayat (1) dikabulkan dengan penambahan redaksional. Untuk
lebih memahami nuansa lahirnya putusan tersebut berikut ini kami sampaikan
rangkaian perjalanan lahirnya putusan tersebut agar dapat dikaji secara utuh,
tidak secara parsial seperti yang selama ini muncul dalam pemberitaan.
Perkara ini diajukan oleh Hj. Aisyah
Mochtar atau yang dikenal dengan nama beken Machica Mochtar, janda Almarhum Drs. Moerdiono yang menikah poligami
secara siri (tidak tercatat) sehingga keberadaan anaknya yang bernama
Muhammad Iqbal Ramadhan tidak diakui secara hukum sebagai anak sah.
Perkara ini didaftarkan pada Mahkamah Konstitusi nomor
46/PUU-VII/2010. Perkara yang diuji
materilkan adalah pasal pada Undang-undang No. 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat (2)
dan pasal 43 ayat (1). Pasal 2 ayat (2) berbunyi : “
Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundangan yang berlaku”. Pasal 43 ayat(1) berbunyi : “
Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya”.
Menurut pengusul uji materil. Kedua pasal
tersebut dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28B ayat
(1) dan (2) serta pasal 28D ayat (1). Pasal 28B ayat (1) “ Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah. Pasal 28B ayat (2) : Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Sedangkan pasal 28D ayat (1) berbunyi : “Setiap
orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
Untuk
lebih jelasnya tentang apa yang dimaksud dengan “anak diluar perkawinan” dalam pasal
tersebut maka ikuti risalah sidang tersebut berdasarkan pendapat saksi ahli
Dr.H.Muhammad Nurul Irfan, M,Ag selengkapnya di Risalah Sidang dan bagaimana kesimpulan
akhir putusan majelis hakim konstitusi dapat didownload disini. Semoga bermanfaat
bagi temen-temen yang membutuhkan informasi seputar kasus ini.