Kantor Urusan Agama sebagai garda terdepan Kementerian Agama di
wilayah kecamatan mempunyai tugas yang tidak ringan terutama dalam menyampaikan
informasi pembangunan bidang agama khususnya Agama Islam. Untuk itu perlu
sinergi yang baik dengan berbagai elemen masyarakat baik personal maupun
organisasinya. Tugas itu diemban penuh oleh seorang Penyuluh Agama Islam. Untuk
membantu tugas-tugas kepenyuluhan dimaksud Kementerian Agama mengangkat
penyuluh Agama honorer (PAH) atau Penyuluh Agama Non PNS yang ditetapkan
berdasarkan surat Keputusan Kanwil dengan masa bakti selama satu tahun
selanjutnya dapat diperpanjang kembali selama masih dibutuhkan.
Selama ini problematika yang kerap muncul dalam pengangkatan
Penyuluh Agama honorer ini antara lain dimulai dari proses rekrutmen,
pelaporan maupun pengawasan.
Dalam proses rekrutmen yang menjadi problem adalah
kuota yang kurang proporsional antara jumlah desa dalam setiap kecamatan dengan kuota yang tersedia.
Selalu saja terjadi tarik ulur kepentingan dengan menafikan potensi kebutuhan
dan kondisi geografis. Semestinya kuota dibagi secara proporsional dengan memperhatikan jumlah desa dalam setiap
kecamatan atau juga melihat potensi kerawanan agama yang terjadi pada wilayah
tersebut semisal aliran keagamaan yang berpotensi menjurus kepada penyimpangan
ajaran. Dalam menghitung kuota untuk tiap kecamatan hendaknya disepakati rumus
yang relevan agar adanya keadilan dan bukan pemerataan, misalnya bila kuota
kabupaten Cirebon sebanyak 280 orang sedangkan jumlah desa se Kabupaten Cirebon
sebanyak 424 desa maka hasilnya adalah 0,66. Jika Kecamatan Gunungjati terdapat
15 desa maka 15x0,66 = 9,9 dibulatkan menjadi
10. Maka untuk kecamatan Gunungjati perlu diusulkan mendapat jatah 10 orang
penyuluh Agama Honorer yang nama-nama dan urutan prioritasnya ditetapkan
berdasarkan usulan Penyuluh Agama Islam (PNS) bersama dengan Kepala KUA
setempat.
Dalam hal pelaporan dan pengawasan, maka laporan PAH
disampaikan melalui penyuluh Agama Islam (PNS) sebagai pembina di kecamatan dan
diketahui oleh Kepala KUA dilaporkan ke Seksi Penamas Kabupaten. Untuk tertibnya pelaporan ini maka sejak
rekrutmen awal mereka yang diusulkan menjadi Penyuluh Agama Honorer (PAH) atau
Penyuluh Agama Non PNS adalah para pengajar/Ustadz/Ustadzah di Majelis Taklim yang telah memiliki izin
pendirian dan disahkan oleh Kementerian Agama Kabupaten dalam bentuk NSMT
(Nomor Statistik Majelis Taklim). Bila persyaratan ini terpenuhi maka tidak
akan ada lagi Majelis Taklim bodong yang dijadikan dasar binaan dan kegiatan
seorang penyuluh Agama Honorer seperti selama ini seringkali terjadi. Semoga
tulisan singkat ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam rekrutmen dan
penentuan kuota penyuluh Agama Honorer dalam tahun mendatang dibawah kepemimpinan
Kepala Seksi Penamas yang baru di Kabupaten Cirebon.